friday night fever

harusnya sekarang sedang rapat di kantor, bukan meringkuk di kasur. beruntungnya ada sodari-sodari yang mengutip puisi nan menghibur lalu mengirimnya dari berbagai penjuru, ingin saya bagi di sini 🙂

awalnya si Qolbi mengutip Sapardi. ceritanya menyambut Juni. apalagi kalau bukan…
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon yang berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

lalu, sodari yang lain menimpali. masih penggemar Sapardi. Dini mencuplik:
tentang Tuhan
pada pagi hari Tuhan tidak pernah seperti terkejut dan bersabda, “Hari baru lagi!”, ia senantiasa berkeliling merawat ciptaan-Nya dengan sangat cermat dan hati-hati tanpa memperhitungkan hari.
Ia, seperti yang pernah kau katakan, tidak seperti kita samasekali.
Tuhan, merawat segala yang kita kenal dan juga yang tidak kita kenal, dan juga yang tidak akan pernah kita kenal.

tidak berhenti di situ, Dini memamerkan Sapardi lagi, kali ini, Di Restoran:
kita berdua saja, duduk
aku memesan ilalang panjang dan bunga rumput
kau entah memesan apa
aku memesan batu di tengah sungai terjal yang deras
kau entah memesan apa
tapi kita berdua saja, duduk
aku memesan rasa sakit yang tak putus dan nyaring lengkingnya
memesan rasa lapar yang asing itu

terus, giliran Bela membawa Ajip Rosidi
di suatu tempat, entah di mana, di dunia
seseorang menunggumu
berdoa seperti doa yang biasa engkau ucapkan sehabis shalat
pada suatu saat, entah apabila di dunia
seseorang merindukanmu
berjaga-jaga seperti malam-malammu yang berlalu sangat lambat
seseorang menunggu, merindu, berjaga dan berdoa di suatu tempat
pada setiap, seperti engkau, selalu…

begitulah, malam ini di kamar saya ada panggung puisi. rupanya pengusir demam terbaik adalah saudari dan puisi 😀

Leave a comment